Kamis, 29 Mei 2014

Hakim Adhoc adalah Pejabat Negara

Hakim Adhoc adalah Pejabat Negara

Oleh Sugeng Santoso PN
Kontroversi tentang status dan kedudukan hakim Ad hoc telah muncul di berbagai media. Pemerintah bersama dengan lembaga legislative yang melahirkan hakim Ad hoc seolah-olah membiarkan status dan kedudukan hakim Ad hoc dalam keadaan yang tidak jelas. Sampai dengan lahirnya UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang mengacualikan hakim Ad hoc sebagai pejabat negara. Kedudukan hakim Ad hoc apakah sebagai pejabat Negara atau bukan tetap menjadi bahan perdebatan. Pemerintah bersikap ‘setengah hati’ mengakui kedudukan hakim Ad hoc tersebut. Kewajiban yang harus ditanggung oleh seluruh hakim Ad hoc sebagaimana pejabat Negara yang lain telah dibebankan tetapi pengakuan sebagai pajabat Negara tidak kunjung jelas arahnya.
Keberadaan Hakim Ad hoc
Kemunculan hakim Ad hoc adalah merupakan tuntutan dari suatu undang-undang sebagaimana kemunculan peradilan-peradilan khusus yang ada di Negara kita. Semua pengadilan khusus mempunyai hakim Ad hoc, kecuali di pengadilan anak. Pada umumnya hakim Ad hoc dikelompokkan dalam 2 (dua) jenis, pertama adalah hakim Ad hoc yang sementara yang mendapat tugas khusus menangani suatu perkara tertentu sebagai hakim anggota sebagaimana hakim Ad hoc dalam pengadilan pajak dan hakim Ad hoc dalam pengadilan niaga. Kedua, hakim Ad hoc yang bertugas dalam periode waktu tertentu, misalnya hakim Ad hoc pengadilan tindak pidana korupsi, pengadilan HAM, dan pengadilan hubungan industrial.
Pengaturan status kedudukan hakim Ad hoc diatur secara mandiri dalam undang-undang yang berbeda. Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman juncto Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang didalamnya mengatur secara khusus tentang kedudukan hakim Ad hoc Tipikor, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang didalamnya diatur tentang hakim Ad hoc PHI, demikian pula Undang-Undang Nomor 45 tahun 2009 tentang perubahan atas UU no.31 tahun 2004 tentang Perikanan. Oleh karena dasar pengaturan terhadap hakim Ad hoc yang berbeda-beda serta tidak adanya pengakuan yang tegas tentang keberadaan hakim Ad hoc termasuk hal yang potensial menimbulkan perbedaan perlakuan (unequel treatment) yang dapat bertentangan dengan konstitusi (Hamdan Zoelva, Putih Hitam Pengadilan Khusus, 2013).
Hakim Ad hoc adalah Pejabat Negara
Hakim Ad hoc dalam tugas pokoknya adalah sama dengan hakim karir dan ikut dalam sebuah Majelis Hakim yang memeriksa dalam mengadili perkara-perkara tertentu. Kedudukan hakim Ad hoc dalam pengadilan-pengadilan khusus adalah sangat penting sebagaimana kedudukan hakim karir, bahkan suatu persidangan tidak akan dapat dilaksanakan tanpa hadirnya Majelis Hakim secara utuh dengan demikian hakim Ad hoc adalah hakim sebagaimana yang dimaksud dan diatur dalam Pasal 19 UU Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan bahwa “Hakim dan Hakim Konstitusi adalah pejabat negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam undang-undang”, sementara Pasal 31 ayat (1) UU UU Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan :”Hakim pengadilan dibawah Mahkamah Agung merupakan pejabat negara yang melaksanakan kekuasaan kehakiman yang berada pada badan peradilan yang berada dibawah Mahkamah Agung”.
Penegasan tentang kedudukan hakim Ad hoc sebagai pejabat Negara oleh pemerintah didasarkan pada Peraturan Menteri Sekretaris Negara yakni Nomor: 6 Tahun 2007 dan diganti oleh Peraturan Menteri Sekretaris Negara Nomor 7 Tahun 2012 yang menyatakan bahwa Hakim Ad Hoc termasuk kategori Pejabat Negara Lainnya
Hakim Ad hoc sebagai pejabat Negara khusus untuk hakim Ad hoc Tipikor secara jelas telah tertuang dalam ketentuan Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman juncto Pasal 1 angka 1 dan Pasal 21 ayat (2) Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tipikor yang secara jelas memberikan kedudukan yang sama antara hakim karir dan hakim Ad hoc.
Permohonan Uji Materiil Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN)
Pasal 121 dan Pasal 122 huruf “e” Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN yang mengecualikan hakim ad hoc sebagai pejabat Negara inilah yang mendorong sebagian dari hakim Ad hoc untuk melakukan uji materiil terhadap UU ASN tersebut.
Hakim Ad hoc tentu saja adalah fihak yang merasakan hak-hak konstitusionalnya telah dirugikan dengan berlakunya Pasal 121 dan 122 UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN tersebut dan sebagaimana ketentuan Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi maka adalah hak dari para pemohon yang terdiri dari hakim-hakim Ad hoc di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Pengadilan Perikanan dan Pengadilan Hubungan Industrial untuk melakukan uji materiil (judicial review) dan memastikan bahwa hakim Ad hoc adalah pejabat Negara tanpa adanya diskrimasi demi keadilan serta kepastian hukum di Negara hukum Indonesia.
Tentang penulis:
Sugeng Santoso PN, Hakim Ad hoc Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Surabaya, dan mahasiswa S3 Ilmu Hukum Universitas Airlangga Surabaya.
http://gagasanhukum.wordpress.com/tag/sugeng-santoso-pn/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar